Sajak Airmata
kalau kau letih, jadilah airmata
di sepanjang kesedihanmu
sebab itulah kau harus purna
dari luka yang tak bermuara
saat kau berharap pada malam
agar kau lelap dan berselimut
kebahagiaan, sementara tidak
ada lagi yang mampu bertasbih
di hatimu, maka kau bergegas
keluar dari kemurungan
yang tak menyudahi kesedihan
lalu kau melihat matahari
dan airmata yang pernah kau
rasakan sebelumnya
airmatamu yang sesungguhnya
adalah kesedihan abadi
2014
Senin, 03 November 2014
Minggu, 02 November 2014
Ruang Ekspresi
aku ingin membuat catatan harian dari blog ini. karena saya yakin tulisan dapat membawa keabadian. lebih abadi dari waktu. lebih kekal dari bumi.
apa yang tidak mampu aku ucapkan di lingkungan. blog ini pasti lebih mampu memberikan ruang ekspresi.
kejadian demi kejadian penting dituliskan.
apa yang tidak mampu aku ucapkan di lingkungan. blog ini pasti lebih mampu memberikan ruang ekspresi.
kejadian demi kejadian penting dituliskan.
Rabu, 29 Oktober 2014
Puisi: Ruang Hati Ibu tanpa Jazz
Ruang Hati Ibu tanpa Jazz
jika engkau menari di senja hari
tengoklah ruang hati
ibu yang kosong tanpa jazz
dan tidak ada lilin
tahukah engkau
tentang irama-irama kaki ibu
seringkali membuat kejut
di malam tak bernama
mungkin bibir ibu sedang mengadu
dan engkau menggugat waktu
entah karena benci atau enggan
diganggu, enggan diganggu
ya, sekadar engkau tahu
ibu sedang ingin memelukmu
tetapi engkau sibuk
menerjemahkan kerjamu
saban pagi dan saban malammu
jika engkau menari di senja hari
ajaklah ibu yang sedang mematikan sunyi
sesungguhnya ia telah mendoakanmu
hanya untukmu, hanya untuk kebahagiaanmu
2014
jika engkau menari di senja hari
tengoklah ruang hati
ibu yang kosong tanpa jazz
dan tidak ada lilin
tahukah engkau
tentang irama-irama kaki ibu
seringkali membuat kejut
di malam tak bernama
mungkin bibir ibu sedang mengadu
dan engkau menggugat waktu
entah karena benci atau enggan
diganggu, enggan diganggu
ya, sekadar engkau tahu
ibu sedang ingin memelukmu
tetapi engkau sibuk
menerjemahkan kerjamu
saban pagi dan saban malammu
jika engkau menari di senja hari
ajaklah ibu yang sedang mematikan sunyi
sesungguhnya ia telah mendoakanmu
hanya untukmu, hanya untuk kebahagiaanmu
2014
Kamis, 23 Oktober 2014
PUISI: Kereta ke Bandung
Kereta ke Bandung
untuk Yunita Indriani
awal mula aku takut
bersama kereta pasundan
sebab jalan ke kotamu sangat asing
di pikiranku, lalu aku
berani karena takut
hanyalah kerikil yang mudah
hilang apabila hujan tiba
dan kedatanganku seperti
lelaki ingin jatuh cinta
bertemu perempuan matahari
dan hatiku bergerak untuknya
tiket kereta sudah diperiksa masinis
dan aku minum air putih
lalu aku melihat senja dari jendela
sungguh diam-diam aku sedih
aku meninggalkan desaku
menuju kotamu, kota baru
yang menjadi nyata
di mataku, oh cinta
dan aku sadar bahwa kaulah
yang menarik kereta ini
hingga di stasiun kiaracondong
kereta ke kotamu
sedang melaju seperti cintaku
sedang merinduimu
2014
untuk Yunita Indriani
awal mula aku takut
bersama kereta pasundan
sebab jalan ke kotamu sangat asing
di pikiranku, lalu aku
berani karena takut
hanyalah kerikil yang mudah
hilang apabila hujan tiba
dan kedatanganku seperti
lelaki ingin jatuh cinta
bertemu perempuan matahari
dan hatiku bergerak untuknya
tiket kereta sudah diperiksa masinis
dan aku minum air putih
lalu aku melihat senja dari jendela
sungguh diam-diam aku sedih
aku meninggalkan desaku
menuju kotamu, kota baru
yang menjadi nyata
di mataku, oh cinta
dan aku sadar bahwa kaulah
yang menarik kereta ini
hingga di stasiun kiaracondong
kereta ke kotamu
sedang melaju seperti cintaku
sedang merinduimu
2014
Rabu, 22 Oktober 2014
Puisi : Hujan Datang untuk Ibu
Hujan Datang untuk Ibu
bukan untuk aku atau istriku
tapi ibu yang mengharapkan
datang seperti malaikat
yang memberi kabar kebahagiaan
dan tentunya ini aroma
paling abadi bagi ibu
hujan senantiasa penantiannya
sepanjang bulan
terkadang doa ibu
menyeruak hanya untuk
hujan di desaku
kini hujan mengguyur hati ibu
2014
bukan untuk aku atau istriku
tapi ibu yang mengharapkan
datang seperti malaikat
yang memberi kabar kebahagiaan
dan tentunya ini aroma
paling abadi bagi ibu
hujan senantiasa penantiannya
sepanjang bulan
terkadang doa ibu
menyeruak hanya untuk
hujan di desaku
kini hujan mengguyur hati ibu
2014
Senin, 08 September 2014
Jejak Pertemuan
Jejak Pertemuan
untuk Yunita Indriani
kemana jejak kaki di pagi hari
sebelum matahari menyembul
dari sudut jendela
jejak-jejak hangat menelusuri
pohon-pohon kebahagiaan
lalu menggumam tentang kesetiaan
jejak pertemuan antara
jarak di perbatasan
dan rindu di perjamuan
2014
untuk Yunita Indriani
kemana jejak kaki di pagi hari
sebelum matahari menyembul
dari sudut jendela
jejak-jejak hangat menelusuri
pohon-pohon kebahagiaan
lalu menggumam tentang kesetiaan
jejak pertemuan antara
jarak di perbatasan
dan rindu di perjamuan
2014
Ketika Aku Berdiri di Bromo
Ketika Aku Berdiri di Bromo
ketika aku berdiri di Bromo
seperti bola mata yang tiba-tiba
terbuka dan menghirup udara
gunung yang menggigil
mendekap orang-orang
dan membisikkannya
tentang cinta semata senada
aku menandai diri di gunung
yang disebut bagai penghujung
penantian, sesungguhnya
lautan pasir di sini
sebagai suasana yang tiada
pernah terlupa, tiada pernah
selamanya
Probolinggo, 2014
ketika aku berdiri di Bromo
seperti bola mata yang tiba-tiba
terbuka dan menghirup udara
gunung yang menggigil
mendekap orang-orang
dan membisikkannya
tentang cinta semata senada
aku menandai diri di gunung
yang disebut bagai penghujung
penantian, sesungguhnya
lautan pasir di sini
sebagai suasana yang tiada
pernah terlupa, tiada pernah
selamanya
Probolinggo, 2014
Sunyi Ingin Menari
Sunyi Ingin Menari
menjadi penari di pedesaan
melumuri diri dengan doa-doa
yang dipanjatkan tiap beradegan
sejatinya adalah pengukuhan
betapa tubuh sebagai magis
dan sebagai magnet
hingga sunyi menepi
ketika pentas-pentas malam
tinggal botol minuman
dan plastik berceceran
dan orang-orang pulang
meracik cerita sepenggalnya
cinta yang abadi di mata
Probolinggo, 2014
menjadi penari di pedesaan
melumuri diri dengan doa-doa
yang dipanjatkan tiap beradegan
sejatinya adalah pengukuhan
betapa tubuh sebagai magis
dan sebagai magnet
hingga sunyi menepi
ketika pentas-pentas malam
tinggal botol minuman
dan plastik berceceran
dan orang-orang pulang
meracik cerita sepenggalnya
cinta yang abadi di mata
Probolinggo, 2014
Selasa, 26 Agustus 2014
MALAM BERKERABAT
Malam Berkerabat
telah kukenal kopi
aroma wangi
bersanding puisi
mengekalkan dini hari
dan kucatat gelora hati
menelusuri dawai-dawai pagi
bersama siulan burung gereja untuk matahari
kumampu bergerak
menujumu tak usah jarak
terpikir dibenak
walau goyah engkau pikir
aku merayakan takbir
kehidupan di sela angin semilir
mungkin engkau bertanya
pada setiap mata yang engkau rasa
pada setiap tangan yang berjabat senantiasa
memberikan keindahan dan curiga
aku mencatat nasihat
yang usai mendekat cinta pun merekat
aku menemuimu di dalam syahadat
dan hari-hari laksana di ujung jari
engkau mengajakku di labirin sepi
seungguhnya aku yang berhasrat
menjaring waktu demi malam berkerabat
2014
telah kukenal kopi
aroma wangi
bersanding puisi
mengekalkan dini hari
dan kucatat gelora hati
menelusuri dawai-dawai pagi
bersama siulan burung gereja untuk matahari
kumampu bergerak
menujumu tak usah jarak
terpikir dibenak
walau goyah engkau pikir
aku merayakan takbir
kehidupan di sela angin semilir
mungkin engkau bertanya
pada setiap mata yang engkau rasa
pada setiap tangan yang berjabat senantiasa
memberikan keindahan dan curiga
aku mencatat nasihat
yang usai mendekat cinta pun merekat
aku menemuimu di dalam syahadat
dan hari-hari laksana di ujung jari
engkau mengajakku di labirin sepi
seungguhnya aku yang berhasrat
menjaring waktu demi malam berkerabat
2014
Sabtu, 23 Agustus 2014
Di Cangkuang Aku Sayang
Di Cangkuang Aku Sayang
untuk Yunita Indrianilebih cepat dari matahari
aku menggumam dalam diri
bahwa bolamatamu
selalu merayu seperti lagu
yang mendayu dan merindu
di cangkuang aku sayang
pada gelas-gelas malam
dan piring-piring putih
juga kata-kata terkadang
menjadi senyap lalu pulih
dari keheningan
sedang bolamatamu
terus menggenapiku dengan
cinta yang abadi serta
mengguncang sesekali
pada percakapan setelah
subuh dan kantuk
yang membuat tubuh rubuh
kini, aku sayang padamu
setelah atau sesudah
atau lebih tabah dari hujan
saat datang mengguyur halaman
2014
Rabu, 14 Mei 2014
Puisi: Rumah Rancaekek
Rumah Rancaekek
adalah
bunga-bunga di kepala
bersama
matahari bulat jeruk
di
sini aku merinduimu
kaumasak
daging di dapur
membantu
waktu lebih cepat
bukan
sekadar menanti sementara
aku
mungkin laki-laki tanpa karena
menahan
alasan cinta
lalu
secangkir hatimu
mengajakku
ke muara ibu
piring
bening dihancurkan hening
tiba-tiba
kucing berpaling
entah,
kalau saja aku puisi
seharusnya
aku berlari
ke
arahmu
2014
Minggu, 27 April 2014
Puisi; Asap dari Buku Perempuan
Asap dari Buku Perempuan
tak terasa gigil itu datang
sederhana menyergap sunyiku
hujan tak pernah sembunyi
setia kepada jalan sepi
kuputar tubuhku
ketika asap dari buku
laksana jin yang bersedih
dengan tabah dan merasa perih
buku-buku dari pohon
kasih sayang, buku-buku
dari pohon kenangan
buku-buku dari jeritan
malam dan burung hantu
yang enggan disebut lugu
hampir sirna tetapi
firasat pembaca buku
kadang bagai pemeran
televisi yang diperdaya
oleh rindu, waktu dan penghabisan
tentang kata-kata
lalu aku sekadar mencuri kesederhanaan
dari bilik jendela perempuanku
Probolinggo, 2014
tak terasa gigil itu datang
sederhana menyergap sunyiku
hujan tak pernah sembunyi
setia kepada jalan sepi
kuputar tubuhku
ketika asap dari buku
laksana jin yang bersedih
dengan tabah dan merasa perih
buku-buku dari pohon
kasih sayang, buku-buku
dari pohon kenangan
buku-buku dari jeritan
malam dan burung hantu
yang enggan disebut lugu
hampir sirna tetapi
firasat pembaca buku
kadang bagai pemeran
televisi yang diperdaya
oleh rindu, waktu dan penghabisan
tentang kata-kata
lalu aku sekadar mencuri kesederhanaan
dari bilik jendela perempuanku
Probolinggo, 2014
Sabtu, 26 April 2014
Puisi: Pintu Gugur
Pintu Gugur
:Yunita Indriani
Aku belum mematikan lampu
Ketika aku mendapat perasaan
Gelap di tubuhku
Gema suaramu lantas datang
Dari langit yang hujani kamar
Biar kutatap bintang
Yang bernyanyi memainkan
Piano laiknya gadis idola
Di televisi meremukkan galauku
Sungguh, aku memasuki festival
Kemerdekaan dari pintumu
Yang gugurkan musim
Sesudah kubaca puisi Afrizal Malna
Aku laksana lampion kerajaan
Menerangi jejakmu dan perayaan
Tak usai berjeda, alarm kerinduan
Akan berbunyi bila subuh tiba
Probolinggo, 2014
:Yunita Indriani
Aku belum mematikan lampu
Ketika aku mendapat perasaan
Gelap di tubuhku
Gema suaramu lantas datang
Dari langit yang hujani kamar
Biar kutatap bintang
Yang bernyanyi memainkan
Piano laiknya gadis idola
Di televisi meremukkan galauku
Sungguh, aku memasuki festival
Kemerdekaan dari pintumu
Yang gugurkan musim
Sesudah kubaca puisi Afrizal Malna
Aku laksana lampion kerajaan
Menerangi jejakmu dan perayaan
Tak usai berjeda, alarm kerinduan
Akan berbunyi bila subuh tiba
Probolinggo, 2014
Sabtu, 12 April 2014
Bandung Mata Kita
Bandung Mata Kita
: Yunita Indriani
terbersit dari cahaya bulan sabit
mata kita menatapi ruang
ruang yang menjelma surga
agar melelapkan mata kita
sejenak lebih cepat
ingatan yang mengangkasa
tiba-tiba menguat di dalam kereta
ketika kita menepis angin di jendela
lalu kita membaca urutan rindu
yang seksama menggebu selalu
dan hampir menyihir orang-orang
lantaran kita bercengkerama tentang
kota yang romantis berulang-ulang
sembari memotret diri seperti selebriti
kemudian kita berbisik dengan lirik
mata yang menyirat doa segenggam tangan
mengepal seeratnya
sesampainya di tangga stasiun
gerimis mengajak kita berdansa
dengan kaki cinderella
sebagaimana bahagianya
lebih dari arti sesungguhnya
April, 2014
: Yunita Indriani
terbersit dari cahaya bulan sabit
mata kita menatapi ruang
ruang yang menjelma surga
agar melelapkan mata kita
sejenak lebih cepat
ingatan yang mengangkasa
tiba-tiba menguat di dalam kereta
ketika kita menepis angin di jendela
lalu kita membaca urutan rindu
yang seksama menggebu selalu
dan hampir menyihir orang-orang
lantaran kita bercengkerama tentang
kota yang romantis berulang-ulang
sembari memotret diri seperti selebriti
kemudian kita berbisik dengan lirik
mata yang menyirat doa segenggam tangan
mengepal seeratnya
sesampainya di tangga stasiun
gerimis mengajak kita berdansa
dengan kaki cinderella
sebagaimana bahagianya
lebih dari arti sesungguhnya
April, 2014
Jumat, 11 April 2014
Kau Harus Berteduh
Puisi Husen Arifin
Kau Harus Berteduh
untuk Yunita Indriani
kau harus berteduh di sini
di tubuh pohon rambutan
seolah bahuku yang kau inginkan
mengguncangkan buahnya kemudian
tenang lalu kau makan
kau musti berselimut
daun-daun lalu kau rajut
menjadi baju hangat
agar malam amsal cinta yang lekat
reranting pohon rambutan
beberapa jatuh seperti rinduku
yang bergemuruh kepadamu
dan dekatkanlah kepadaku ketika kau
harus berteduh menyeluruh
hingga hujan semisal kesetiaan
tak pernah lekang digerus tahun-tahun berjalan
2014
Sabtu, 29 Maret 2014
Di Batu Nisan yang Pucat
Di Batu Nisan yang Pucat
engkau sandaran peramal
yang menuntaskan musim hujan bakal
gaib ditelan semirip wanita binal
lalu hamparan-hamparan senja
didendangkan menjadi doa
tubuh bagi tuan peramal
kokoh laksana tembok tebal
di negeri bambu
di ruang beku
di sudut ruang tak berwaktu
engkau masih diam
ditikam ucap masa silam
mungkin engkau geram
tapi apalah makna dendam
sebab meramal kadang tak kekal
kadang musnah juga punah
pendahulumu hanya masa lalu
bila jejaknya engkau tahu
engkau bersandar di batu
nisan yang pucat itu
2014
Rabu, 26 Maret 2014
2 Puisi di Minggu Pagi (23 Maret 2014)
Lelaki Penakluk Ular
Air
tengok bila ia bangun tidur
rambut berdiri bagai pagar
tapi di dadanya ada ular
air yang perawan
lagipula ia ular jantan
sekarang ia buka mata lebar
menuju ke masa depan
ia berbaris bersama cahaya
matahari, ia memandang dada
sendiri yang menari, ularnya
yang menikmati cinta
di pagi hari berkaki-bermata
ia penakluk ular air
ilmunya sangat mahir
pun bila ia memilih
berhenti dari lomba
memburu ular
sebab di kepalanya
berpenghuni ular baru
yang mengajaknya
menjadi seorang perempuan
maka, di suatu malam
ia tahu di keranjang
banyak ular menantinya bersenang-senang
2013
Nyanyian
Ibu
tak ada puisi yang tabah ketika di balik
air mata
menjadi mata air kesedihan
semusim yang tak berarti adalah potongan
kata
tak terbaca di lembar kertas kerinduan
seperti itu, selalu seperti itu
ketika kau menggenapi nyanyian ibu
dan puisi hanya menjelma kunang-kunang
bercahaya dari jendela kamar
terompet-terompet mengguncang
membawamu ke nuansa barbar
tak ada puisi yang menjadi bola mata
seumpama rembulan yang menembus
ke dalam kenangan dan cita-cita
lalu gumaman hatimu, gumaman semu
sudahi saja, kini duduklah di kolam
sepimu
di sana kerinduan pantas diseribu
2013
Sabtu, 15 Maret 2014
Sepeda-Sepeda Senja
Sepeda-Sepeda Senja
untuk Cece dan Mei
warung ketan susu seperti singgahan
yang tak boleh raib dari catatan
di Pare dan hari-hari sesudahnya
di kemudian
jumlah singgahan hampir penuh
didiskusikan, dirumus ke dalam
tawa-tawa paling melenakan
dan menggema di dalam dada
kau berjanji jika puisi rampung
memecah sunyi dan murung
dan kau merentang rindu yang menggulung
kepada apa yang risau
hingga kau temui burung
berkicau
gema doamu menari riang di atas sepeda
sepeda senja, jelang hujan sore tiba
2014
untuk Cece dan Mei
warung ketan susu seperti singgahan
yang tak boleh raib dari catatan
di Pare dan hari-hari sesudahnya
di kemudian
jumlah singgahan hampir penuh
didiskusikan, dirumus ke dalam
tawa-tawa paling melenakan
dan menggema di dalam dada
kau berjanji jika puisi rampung
memecah sunyi dan murung
dan kau merentang rindu yang menggulung
kepada apa yang risau
hingga kau temui burung
berkicau
gema doamu menari riang di atas sepeda
sepeda senja, jelang hujan sore tiba
2014
Kamis, 13 Maret 2014
Jazz dan Angsa
Jazz dan Angsa
yang membuahi sepiku barangkali
lagu jazz di kotamu
saat matahari angslup, hujan kian kuyup
menjadikan tubuh gigil ini
dari jazz itu, aku memasuki ruang
tenang dan lapang dan mengenang
waktu-waktu di masa yang gemetaran
yang memecah sedihku barangkali
ketika angsa-angsa di dadamu
mengangkasa dan mencinta
dengan malam paling tua
lalu jazz itu, aku serasa digenangi
sungai dan angsa-angsamu
senantiasa memekikkan rindu
ah, bulu kudukku
seperti semu tapi selalu namamu
selalu jazz dan anggun
Probolinggo, 2014
Langganan:
Postingan (Atom)