Rabu, 19 Desember 2012

#FF2in1: Celurit Api


Celurit Api

Selasa yang sepi.
Aku bergegas ke kantormu. Aku mencoba bangkit dari keterpurukan. Seperti katamu, hidup adalah kepingan yang mudah ditata kembali.
Duh... ada lelaki yang mendatangiku. Dia mencoba tersenyum bagai rembulan. Oya, betapa baiknya, dia menyodorkanku minuman kecil. Saking senangnya, dia tampak lebih gagah.
Riang yang terkenang. Bagaimana mungkin kau berpaling? Ketika aku berharap pada kasih sayangmu. Lelaki yang menolongku sudah pergi dan tak kembali. Di lobi kantor, kau juga tak datang. Tapi aku dan resepsionis saling berpandang mata, tersenyum, dan memainkan praduga.
Apakah mencintaimu adalah kesalahan yang terbaik? Aku harap cintaku menjelma musim penghujan yang sejuk dan kita mampu bergairah menatap senja yang temaram.
Selasa yang tak lagi berima. Hanya titik pertanyaan paling membosankan kuhaturkan untukmu: ada dimana? Dengan siapa? Kenapa tak kunjung tiba?
“Iya, Sayang! Aku terjebak di perjalanan. Macet.” Aku membayangkan keletihanmu. Dan aku ingin membawakan pelukan terhangat.
“Baiklah. Hati-hati ya...” suara telepon yang mesra. Seperti pelukan yang lebih lama.
Hari-hari mungkin sebungkus kerinduan. Bila tak berjumpa maka cinta laksana mati suri. Demikian pula kurasakan. Duh, rindu-rindu benar menggebu. Tapi ketika kesibukan ini meggelayuti dalam diri. Apalah daya.
Ketika kantormu mulai satu per satu ditinggalkan penghuninya. Aku terus menungguimu. Namun tiba-tiba, kudengar suara yang tak lain suara lelakiku. Sudah kuduga, itulah suara terbaik yang kukenal, tapi ia dibarengi dengan suara perempuan yang sama kukenali.
Perempuan itu temanku, ia dan lelakiku. Aku menungguinya di lobi kantor. Sesekali kuputar kenangan yang retak ini. Ketika mereka mengetahuiku. Aku tersenyum. Ada celurit di tanganku. Sesekali kuingin mengayunkannya ke dalam cinta yang terluka.
Probolinggo, 19 Desember 2012

Tidak ada komentar: