Mudik ke Kotamu
dengan kereta kencana
melewati batang-batang luka
dan gerimis menuntaskan dahaga
2013
Sabtu, 03 Agustus 2013
Jumat, 08 Februari 2013
1 PUISI TERBIT DI RADAR BEKASI (8-2-2013)
Malang dan Puisi Denny
:
Denny Mizhar
/1/
kantukku
makin buruk
tiba-tiba
Nancy mengetuk
pintu
rumah, ia berbaju merah
buku
puisi numpuk
di
dadanya, aku ingin merajuk
dengan
cinta
baiknya
tuang saja
buku
puisi itu di meja
/2/
esok
hari, puisi Denny
tercecer
di Art Cafe
beberapa
ditangkap
beberapa
lagi sudah lengkap
aku
miliki
Nancy
berharap membaca puisi Denny
entah,
hatinya terasa sunyi
atau
jiwanya telah mati
/3/
Nancy,
Nancy
perempuanku
yang murung ini
suka
puisi Denny
itulah
sebab
kita
pernah terjerembab
menjadi
sendiri
dikelilingi
sunyi
lebih
dari sepi
/5/
Malang
adalah kota yang kutuliskan puisi
di
dada Nancy ketika malam tua
dan
aku tiba-tiba menjadi kelelawar
yang
hinggap menyelinap di balik selimutnya
kini,
aku duduk di bangku
musim
hujan barangkali isyarat kelahiran
bagi
kota mungil di perut Nancyku
2013
Minggu, 27 Januari 2013
REMBULAN DALAM KEPALA IBU (JUARA I LOMBA MENULIS PUISI 2013)
Pemenang I Lomba Menulis Puisi 'Jejak-jejak Sides Sudyarto DS' dengan tema: Perempuan dan Kehidupannya yang diselenggarakan Grup Sastra Lampu diasuh oleh Ibu Naning Pranoto, 26 Januari 2013.
Rembulan
dalam Kepala Ibu
rembulan menghuni kepala ibu ribuan
tahun
pada malam yang diselimuti nyanyian
dedaunan, kelelawar berebut hunian di
reranting
namun, ibu mengikatku dengan temali di
bawah pohon
rambutan, bagai buaian tak terlepaskan
singgahan di pohon rambutan, mengusap
cermin
dan menari-nari, hikayat malam
disuarakan
aku tertidur di pangkuan, namun ibu
belum berkesudahan
memanggil kenangan, pada lelaki batang
berparas karang,
pada tahun kesepian yang ganjil, pada
rupa dan dupa,
pada musim hasrat duka
kini aku cium lekat di dada ibu
masih harum luka, aku rasakan di hati
ibu
menahan air mata jatuh, sungguh ibu
menahan keluh
serasa sampai pada patahan kenangan
dan ibu membuka temali melingkar di
tubuhku
hingga pagi hari tak lagi pucat pasi, dan
ibu
serasa melihat wajahku sebagai buah yang
ranum
yang telah dipungut bersama dedaunan
sungguh, ibu menujum tahun baru serupa
keabadian
dan segalanya mungkin serupa cahaya
rembulan
(Probolinggo, 2012)
Jumat, 25 Januari 2013
PEREMPUAN PERANTAUAN (TERBIT DI LOMBOK POST, 13-1-2013)
Perempuan
Perantauan
Hujan di tengah
gesekan-gesekan tubuh orang-orang busway merah, pedagang kaki lima di terminal yang bertahan di genangan air setinggi
satu meter hampir mendekati lapaknya, ibu tua dan anak kecil digendongan memainkan
alat musik seadanya di lampu merah. Suasana yang biasa di kota. Mereka menjadi
nafas-nafas kota yang setia.
Dan aku masih meratapi
langit malam. Bersandar di tiang listrik sambil meremukkan tetanah, melempari
sesalku, menepuk-meremuk lagi tanah. Airmata limbah. Ingin kubunuh diri saja
dan mati di tengah-tengah tumpukan orang-orang pulang sehabis dari kerja.
Mereka pasti membawaku pulang ke rumah. Ke desaku yang ibu bilang seperti jannah. Sementara tetangga-tetanggaku
tak tahu kalau aku mati karena gendang kewanitaanku pecah.
Aku baru menjadi
perantau sehabis hari raya. Di tengah perjalanan, lelaki bertubuh kekar,
memakai sabuk hitam, membuatku hilang impian. Perempuan sepertiku menjadi
tumbal, yang terkena keserakahan orang-orang kota. Dan sia-sia aku sebagai
perantau yang ditunggu-tunggu ibu jika kelak pulang, impian yang mana yang
sanggup aku wujudkan?
Aku ingat. Aku tahu
wajah lelaki itu. Bukankah ia yang selama ini mengasuhku? Aku mengenali benar
lelaki yang memecah masa depanku.
***
“Aku sendirian aja,
Bu!” ujarku sembari mengemasi barang-barang.
“Jangan, Nak! Ayah akan
menemanimu,” ibu membantuku di kamar.
“Gak mau, Bu!”
“Kenapa, Nak? Bukannya
demi kebaikanmu juga ada yang menjaga keselamatanmu.” Tegas ibu memandangiku.
Kami sejenak diam.
“Baiklah. Aisyah mau.”
Dengan terpaksa kuterima. Agar ibu suka.
Aku baru memulai ingin
mewujudkan mimpi-mimpi ibuku dan keluargaku. Sebagai anak tunggal dan
perempuan, aku berusaha ingin membahagiakannya. Agar aku tak hanya menjadi
perempuan yang sia-sia di mata senjanya. Aku tak ingin mengecewakan di sisa
hidup ibu.
Dengan selalu
menemaninya, aku merasa dekat. Aku seperti sesosok anak yang ingin selalu
dekat. Tak ingin meraih segala kesedihan, tapi aku ingin senyum kebahagiaan ibu
merekah bagai bunga. Kebaktian dan kasih sayangku pada ibu. Meskipun aku tetap
tak direstui ibu untuk merantau.
Bagi ibu, perempuan
merantau adalah hal aneh paling tabu. Tidak pernah perempuan satu pun di desanya
merantau ke kota, mencari penghidupan sendiri di sana. Kekhawatiran ibu adalah
doa bagiku. Namun dengan kondisi ibu yang harus tidur di kasur menjalani masa
tua, sementara ayah lebih senang di luar rumah. Aku berpikir ulang. Aku
merantau atau membiarkan ibu telantar.
Walaupun harus
menanggung beban dan tak kuasa menahan sedih, aku mesti meyakinkan ibu kalau
aku akan baik-baik saja dan tak kekurangan apapun.
***
“Karena dia cantik.”
Ucap lelaki busway berperut buncit.
“Benar. Lelaki mana
yang tidak suka dengannya.” Ujarnya kembali.
“Lihat itu, lelaki tua
di sebelahnya. Benar-benar perempuan cantik. Sungguh beruntung lelaki tua itu.”
Timpal perempuan yang menggendong anak.
Mata penumpang busway merah
kini tertuju kepadaku. Mereka melihatku dengan telisik dua matanya. Aku seperti
terhakimi oleh mereka. Dan lelaki tambun itu semakin tajam dengan dua matanya
mengarah ke tubuhku. Padahal tubuhku bukan tubuh yang terlahirkan dari kota.
Ayahku, ia bersama-sama penumpang lainnya. Menjadikanku wayang di sebuah
pertunjukan. Menunjukkan kalau ia sedang mengintaiku juga.
Ia merangkumnya malam ini. Ia yang menghabiskan liar jiwanya.
Ia telah merusak mimpi ibu. Ia merasa telah memenangkan perlombaan dan
berteriak lantang. Pemenangnya adalah ayahku. Ayah yang mencoba menyayangiku
sedari kecil. Betapa buasnya melebihi serigala-serigala dan babi hutan.
“Kau apakan perempuan
itu?” tanya lelaki tambun itu.
“Aku ayahnya.”
Dan aku seperti tertindih
gajah. Ayah yang melukai malamku. Aku tak sanggup melarikan diri. Berlari dari
ayah sama saja mencari mati. Sebab ia benar-benar mengancam dan menegaskannya
dengan dendam. Apa yang telah menjadi pikirannya?
Sampai-sampai aku
dijerat dengan kalimat-kalimat luka. Ia menghukumku dengan ketegasannya akan
membuangku ke kota. Agar dibelai-belai purnama dan lelaki kota. Entahlah, luka
yang dilukiskannya seperti luka ibu kepadanya sebelum aku terlahir paksa di
dunia. Ia yang membuat ibu menjadi cacat selamanya. Seperti tak ada sesal di
lubuk hati terdalamnya. Mustahil, ia bertaubat. Aku meringkuk. Setelah ia
menjadi lelaki kota dan melampiaskan simbol kejantanannya. Aku tunduk. Aku
membiarkan malam ini tanpa ada yang merembulan dan membintang. Hitam.
***
Ibu mendekapku erat. Ia
merasa kalah dengan cacatnya. Sebab ia telah membiarkan anak perempuan
tunggalnya akan mengelana. Tak tentu arah. Tak tentu pula nanti ibu mendapat
kabarku.
“Apa ibu khawatir
denganku nanti?”
“Iya. Nak! Ibu selalu
memohon kepada Tuhan, agar kamu terjaga oleh-Nya. Di kota itu tidak sembarang
orang dapat bertahan. Apalagi perempuan sepertimu.”
“Aku akan selalu
menjaga diri. Ayah akan menemaniku kan, Bu?”
“Ya. Ayahmu yang
mengantarkanmu ke kota sampai kamu dapat kerja dan mendapat tempat tinggal yang
layak. Agar tak seorang pun melecehkan kehormatanmu, Nak.”
“Insya Allah. Bu!”
Kami serasa tidak ingin
melepas. Tangis kami menderu. Menghitung waktu dengan dekapan. Menggemakan
kerinduan paling dalam. Inilah pelepasan, antara yang tak merelakan dan yang
merelakan. Seperti kenangan pada pertemuan. Dan ibuku, ia selalu mengajariku
kesabaran. Tidak mengeluh pada keadaan. Tidak menjadi bagian dari orang-orang
yang seribu kali memberi alasan dan menjauh dari kenyataan.
Dan waktu semakin
mendekat. Angin semakin merayap. Meluluhkan ketegaran ibu. Membuatku tak
berdaya meresapi segala ucapan. Aku beranjak dari kamar, melewati ruang tamu,
melewati bunga-bunga yang setiap hari kusiram, melewati halaman.
“Aku merantau dulu,
Bu!” bisikku ke telinga ibu.
Ia masih menatapku. Ia belum
merelakanku pergi. Ia merapatkan peluknya untukku. Dua jam kami mengharu biru.
***
Perjalanan belum sampai
ke tujuan. Aku mengenali lelaki kota itu. Lelaki yang buas dan telah membuatku
cacat seperti ibu. Benar-benar hina. Dan itu telah terjadi padaku. Dia ayahku, yang
seharusnya membuat perjalananku tenang dam nyaman. Akan tetapi ia telah menghancurkan
segala yang ingin kuimpikan di kota.
Kota bagi perempuan
adalah penghabisan. Kalau orang di sekitar bisa saja menjadi pembunuh masa
depan. Ibu mendapat berita pagi tentang perempuan yang diperkosa ayahnya
sendiri di busway merah menuju kota bakda
hari raya. Ah, Ibu, itu anakmu! Kata tetangga yang sedang menonton televisi di
pagi hari dalam hujan yang deras ini.
Malang, 2011
Minggu, 20 Januari 2013
1 PUISI DI BATAK POS (12/01/2013)
Jejak Cinta
karena jejak-jejak cinta
adalah peradaban
yang terpahatkan paling
dalam
ke hati anak-anak. aku tak
lekas
pergi dari pengembaraan.
aku tak putuskan pergi
sebelum aku cerna lagi
beberapa ilmu paling
membumi.
jika aku tatap pintu, ada
foto
bapak dan emak, aku pastikan
merindui mereka dengan
kesungguhan.
lalu malam berikutnya
aku berdoa bagi kesembuhan
dan kesunyian yang sering
kurasakan.
di sisi malam aku merasa
sepi
itu kembali, mengetuk rasa
dan hatiku.
padahal aku lelaki sempurna
diberkahi bidadari dan peri
kecil,
nyatanya hidup tak juga
dimulai
dari kebahagiaan, melainkan
kerinduan
yang menyala di balik
sajadah keabadian.
Minggu, 13 Januari 2013
BANK MANDIRI BLOG CONTEST 2013
Menjadi Indonesia Melalui Bank
Mandiri
Oleh Husen Arifin
Pada era kompetisi yang makin ketat ini, keberhasilan
menciptakan persepsi positif dibenak konsumen merupakan faktor penting dalam
kesuksesan produk atau merek, bahkan mungkin lebih penting daripada keunggulan
teknologi. Keunggulan kompetitif dalam fungsi teknis produk adalah penting,
tetapi akhirnya yang menentukan produk dapat berhasil di pasar adalah konsumen.
Bagaimana menciptakan nilai emosional di produk atau merek dan menimbulkan rasa
kepemilikan kepada merek tersebut sehingga konsumen bersedia menyisihkan penghasilan untuk produk atau merek
kita adalah kunci keberhasilan merek di pasar. Kuncinya adalah menciptakan excellent
experience dengan membuat produk atau merek yang bisa dirasakan konsumen.
(Rini, 2009: 15). Sementara ketatnya
persaingan pasar dan perubahan-perubahan
yang terjadi di pasar membuat para pemasar harus menerapkan sebuah strategi
yang tepat untuk dapat bertahan dan mengikuti perubahan pasar bahkan tampil
sebagai pemimpin pasar. (Adiwijaya, 2007: 66). Dan persaingan di antara merek
yang beroperasi di pasar semakin meningkat, dan hanya produk yang memiliki
ekuitas merek yang kuat akan tetap mampu bersaing, merebut dan menguasai pasar.
(Durianto, Darmadi, Sugiarto, Sitinjak Tony dalam Mahrinasari, 2006:190).
Dan
di masa perekonomian Indonesia sedang krisis. Tersebutlah kebijakan proses
peleburan dari empat bank pemerintah menjadi Bank Mandiri. Di mana Bank Mandiri
didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi
perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999,
empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor
Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, dilebur menjadi Bank Mandiri,
dimana masing-masing bank tersebut memiliki peran yang tak terpisahkan dalam
pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini, Bank Mandiri
meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan kontribusi dalam
dunia perbankan dan perekonomian Indonesia. (http://www.bankmandiri.co.id).
Dengan banyaknya jumlah bank yang menawarkan produk
tabungan baru dan atribut yang akan memikat nasabah, justru Bank Mandiri memiliki strategis transformatif
untuk tetap menjadi Bank pilihan masyarakat yang menyediakan pengalaman perbankan
yang sangat unik dan unggul.
Dengan
tagline “Terdepan, Terpercaya. Tumbuh
Bersama Anda”. Bank Mandiri telah merespon terhadap keinginan konsumen atau
nasabah tersebut dengan menyediakan layanan produk perbankan seperti Mandiri
KTA (Kredit Tanpa Agunan), Mandiri KPR (Kredit Pemilikan Rumah), Mandiri
Tabungan, Mandiri Tabungan Rencana dan Mandiri Kartu Kredit.
Dengan
layanan produk perbankan yang beragam ini pula, nasabah dapat menjangkau Bank
Mandiri lebih mudah. Hal ini sesuai dengan apa yang disebut Schiffman dan Kanuk
dalam Abadi (2009: 21) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya atau
terciptanya loyalitas merek adalah:
1. Perceived
product superiority (penerimaan
keunggulan produk)
2. Personal
fortitude (keyakinan
yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut)
3. Bonding
with the product or company (keterikatan
dengan produk atau perusahaan)
4. Kepuasan yang diperoleh oleh
konsumen.
Pada
keempat faktor tersebut, Bank Mandiri mampu menciptakan loyalitas mereknya. Sehingga
Bank Mandiri terus kompetitif di gelanggang perbankan. Di mana Bank Mandiri
meningkatkan sinergi dan nilai perusahaan anak dengan menerpakan Strategi
Bisnis Unit (SBU).
Sebagaimana
saya kutip dari (http://www.bankmandiri.co.id/)
bahwa Bank Mandiri untuk mendukung berbagai segmen usaha kami serta
membangun budaya kerja berbasis kinerja yang kuat di seluruh organisasi, Bank
Mandiri menerapkan sistem organisasi berbasis Strategic Business Unit (SBU)
yang terdiri dari berbagai unit bisnis yang strategis. Unit bisnis strategis
ini akan bergerak sebagai generator penghasil profit pertumbuhan Bank Mandiri
di masa depan, sebagai inti dari perusahaan dan juga sebagai layanan fungsi
bersama. Bank Mandiri juga didukung oleh beberapa perusahaan anak untuk meningkatkan
performa unit-unit bisnis strategisnya, diantaranya Corporate Banking, Commercial
Business Banking, Micro & Retail Banking, Treasury & International
Banking serta Consumer Finance. Bank Mandiri
senantiasa mencari peluang bisnis yang saling menguntungkan guna menciptakan
sinergi, membangun aliansi sekaligus memperkuat bisnis pendukungnya melalui
perusahaan anak Bank Mandiri, diantaranya Mandiri Sekuritas yang bergerak di
bidang investment banking, Mandiri AXA
Financial Service yang bergerak di bidang asuransi, Bank Syariah Mandiri yang
bergerak di bidang perbankan syariah, Bank Sinar Harapan Bali yang bergerak di
bidang perbankan mikro dan Mandiri Tunas Finance yang bergerak di bidang multi-finance.
Mandiri-kan Wirausaha Muda
Menjadi Indonesia
Di tahun
2013, Bank Mandiri semakin bersinergi, melakukan transformasi yang berperan
aktif meningkatkan ekonomi kerakyatan. Direktur
Keuangan dan Strategi Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansury mengemukakan bahwa
Bank Mandiri sebagai salah satu perusahaan milik negara yang terus berkomitmen
untuk berperan aktif dan memajukan ekonomi dan kewirausahaan diantaranya
melalui penyelenggaraan program Wirausaha Muda Mandiri dan Mandiri Young Technopreneur. (http://www.bankmandiri.co.id/).
Antusiasme wirausaha
muda mengikuti program Wirausaha Mandiri dan Mandiri Young Technopreneur
dari tahun ke
tahun menunjukkan bahwa Bank Mandiri menjadi bank yang representatif untuk
mendukung semangat kepemudaan mereka menjadi Indonesia.
Oleh
karena itu, saya meyakini bahwa menjadi Indonesia melalui Bank Mandiri dengan mengaktualisasi
produk perbankannya adalah sebuah transformasi yang solutif. Dan harapan ke
depannya, bahwa Bank Mandiri untuk selalu berinovasi dengan excellent experience nasabah, untuk mempertahankan
tradisi pertumbuhan akseleratif di dalam industri perbankan di Indonesia,
bahkan mendunia. Semoga! (*)
Sabtu, 12 Januari 2013
PUISI DI LAMPUNG POST (13 JANUARI 2013)
Adapun puisi-puisi saya, puji syukur, dimuat di Lampung Post, hari Minggu, 13 Januari 2013. yaitu berjudul: Tanah Kepulangan, Di Lorong Tubuh, Jika Hujan Datang, Ibu, Lelaki Pematang.
Berikut ini, dari judul: Jika Hujan Datang dan Di Lorong Tubuh
Berikut ini, dari judul: Jika Hujan Datang dan Di Lorong Tubuh
Jika Hujan Datang
kususuri
jalan-jalan sepanjang desa, petani mungil menabur kegigihan rela mengangkut
tubuh hampir rubuh air-air diambil dari sebidang kolam.
seperti mimpi
bagi mereka menata cinta anak-anak tembakau. merayakan ulang tahun untuk ladang
mereka dan aku. seperti menari-nari di jerami, kami sanggul mimpi itu dan
pulang tak bawa apa-apa, hanya serpih api-api. usang meladang, tembakau
telanjang. di keutuhan malam hari, merekamlah kami tentang musim-musim. jika
hujan datang, mungkin kami melabuhkan tubuh kepada majikan. meskipun kami
mengguyuri diri dengan sesal yang kelam.
Probolinggo, 2010
Di Lorong Tubuh
di lorong
tubuhmu aku berlari-lari
jalanan ini
meruntuhkan pusara dan nestapa, di tiap tikungan tarian, kecak dan rancak kakimu seperti suasana riuh pasar tanah garam seperti tadarus mengendap
dan ramai di jantungmu. ya, padahal
jutaan kata-kata terlahir sebelum penyair, ingin
aku menjelma celurit seperti membaca dendam di lubuk orang hitam dan aku memasuki tubuhmu
yang rimba.
karena airmatamu hijrah maka akan
ada senja
memilihkanku jalan tak petang di lorong tubuhmu
di lorong
tubuhmu aku berlari-lari
2012
Kamis, 03 Januari 2013
5 Puisi di Majalah Budaya Sagang edisi 171 Desember 2012
Ada 5 puisi saya yang dimuat Majalah Budaya Sagang, edisi 171 Desember 2012. yaitu: Kekasih Lelaki Cupang, Sepasang Puisi Menari, Terompet Hujan, Potongan Kakimu, Pencangkul.
Berikut ini 2 puisi tersebut:
Berikut ini 2 puisi tersebut:
apabila tanah kotamu
benar-benar menguning
rumah-rumahnya
bagai lidah api
yang menjulur ke kuali
dan memburumu
terompet hujan
harus kautiupkan
dari langit kekuningan
sayup-sayup seperti angin
dan melodi bergantian
di kotamu
dinding rumah adalah
pertahanan kelam
dari lidah api yang mendendam
2012
Potongan Kakimu
kakimu, di
antaranya adalah rumah
dengan jendela
purnama, sesekali
kakimu bergerak
seperti matahari.
di bagian atap ada
siwalan
yang berusaha
menggapai dekapan
langit, karena bidadari
tak lagi
turun ke rumahmu.
betapa rumah
seumpama kakimu
yang kerlipnya
adalah kunang-kunang.
di setiap malam
dikelilingi warna kuning
yang pasi. Kakimu,
seperti singgahan
para pelamun, bila
hujan
seolah berjejalan
mimpi di kepala.
di sini kakimu tak
ada di meja makan
barangkali bapak
telah mencicipi sajian
potongan kakimu
yang dihidangkan ibu dengan
senyum udang dan
mata usang.
2012
Langganan:
Postingan (Atom)