Sabtu, 29 Maret 2014

Di Batu Nisan yang Pucat


Di Batu Nisan yang Pucat 

engkau sandaran peramal
yang menuntaskan musim hujan bakal 
gaib ditelan semirip wanita binal
lalu hamparan-hamparan senja
didendangkan menjadi doa 

tubuh bagi tuan peramal
kokoh laksana tembok tebal
di negeri bambu
di ruang beku 
di sudut ruang tak berwaktu

engkau masih diam
ditikam ucap masa silam
mungkin engkau geram
tapi apalah makna dendam
sebab meramal kadang tak kekal
kadang musnah juga punah 

pendahulumu hanya masa lalu
bila jejaknya engkau tahu
engkau bersandar di batu 
nisan yang pucat itu

2014

Rabu, 26 Maret 2014

2 Puisi di Minggu Pagi (23 Maret 2014)

Lelaki Penakluk Ular Air 

tengok bila ia bangun tidur
rambut berdiri bagai pagar
tapi di dadanya ada ular
air yang perawan

lagipula ia ular jantan
sekarang ia buka mata lebar
menuju ke masa depan

ia berbaris bersama cahaya
matahari, ia memandang dada
sendiri yang menari, ularnya
yang menikmati cinta
di pagi hari berkaki-bermata

ia penakluk ular air
ilmunya sangat mahir
pun bila ia memilih
berhenti dari lomba
memburu ular

sebab di kepalanya
berpenghuni ular baru
yang mengajaknya
menjadi seorang perempuan

maka, di suatu malam
ia tahu di keranjang
banyak ular menantinya bersenang-senang

2013



Nyanyian Ibu

tak ada puisi yang tabah ketika di balik air mata
menjadi mata air kesedihan
semusim yang tak berarti adalah potongan kata
tak terbaca di lembar kertas kerinduan
seperti itu, selalu seperti itu
ketika kau menggenapi nyanyian ibu

dan puisi hanya menjelma kunang-kunang
bercahaya dari jendela kamar
terompet-terompet mengguncang
membawamu ke nuansa barbar

tak ada puisi yang menjadi bola mata
seumpama rembulan yang menembus
ke dalam kenangan dan cita-cita
lalu gumaman hatimu, gumaman semu
sudahi saja, kini duduklah di kolam sepimu
di sana kerinduan pantas diseribu

2013


Sabtu, 15 Maret 2014

Sepeda-Sepeda Senja

Sepeda-Sepeda Senja
untuk Cece dan Mei

warung ketan susu seperti singgahan
yang tak boleh raib dari catatan
di Pare dan hari-hari sesudahnya
di kemudian

jumlah singgahan hampir penuh
didiskusikan, dirumus ke dalam
tawa-tawa paling melenakan
dan menggema di dalam dada

kau berjanji jika puisi rampung
memecah sunyi dan murung
dan kau merentang rindu yang menggulung

kepada apa yang risau
hingga kau temui burung
berkicau

gema doamu menari riang di atas sepeda
sepeda senja, jelang hujan sore tiba

2014

Kamis, 13 Maret 2014

Jazz dan Angsa


Jazz dan Angsa

yang membuahi sepiku barangkali
lagu jazz di kotamu
saat matahari angslup, hujan kian kuyup
menjadikan tubuh gigil ini

dari jazz itu, aku memasuki ruang
tenang dan lapang dan mengenang
waktu-waktu di masa yang gemetaran

yang memecah sedihku barangkali
ketika angsa-angsa di dadamu
mengangkasa dan mencinta
dengan malam paling tua

lalu jazz itu, aku serasa digenangi
sungai dan angsa-angsamu
senantiasa memekikkan rindu

ah, bulu kudukku
seperti semu tapi selalu namamu
selalu jazz dan anggun

Probolinggo, 2014