Asap dari Buku Perempuan
tak terasa gigil itu datang
sederhana menyergap sunyiku
hujan tak pernah sembunyi
setia kepada jalan sepi
kuputar tubuhku
ketika asap dari buku
laksana jin yang bersedih
dengan tabah dan merasa perih
buku-buku dari pohon
kasih sayang, buku-buku
dari pohon kenangan
buku-buku dari jeritan
malam dan burung hantu
yang enggan disebut lugu
hampir sirna tetapi
firasat pembaca buku
kadang bagai pemeran
televisi yang diperdaya
oleh rindu, waktu dan penghabisan
tentang kata-kata
lalu aku sekadar mencuri kesederhanaan
dari bilik jendela perempuanku
Probolinggo, 2014
Minggu, 27 April 2014
Sabtu, 26 April 2014
Puisi: Pintu Gugur
Pintu Gugur
:Yunita Indriani
Aku belum mematikan lampu
Ketika aku mendapat perasaan
Gelap di tubuhku
Gema suaramu lantas datang
Dari langit yang hujani kamar
Biar kutatap bintang
Yang bernyanyi memainkan
Piano laiknya gadis idola
Di televisi meremukkan galauku
Sungguh, aku memasuki festival
Kemerdekaan dari pintumu
Yang gugurkan musim
Sesudah kubaca puisi Afrizal Malna
Aku laksana lampion kerajaan
Menerangi jejakmu dan perayaan
Tak usai berjeda, alarm kerinduan
Akan berbunyi bila subuh tiba
Probolinggo, 2014
:Yunita Indriani
Aku belum mematikan lampu
Ketika aku mendapat perasaan
Gelap di tubuhku
Gema suaramu lantas datang
Dari langit yang hujani kamar
Biar kutatap bintang
Yang bernyanyi memainkan
Piano laiknya gadis idola
Di televisi meremukkan galauku
Sungguh, aku memasuki festival
Kemerdekaan dari pintumu
Yang gugurkan musim
Sesudah kubaca puisi Afrizal Malna
Aku laksana lampion kerajaan
Menerangi jejakmu dan perayaan
Tak usai berjeda, alarm kerinduan
Akan berbunyi bila subuh tiba
Probolinggo, 2014
Sabtu, 12 April 2014
Bandung Mata Kita
Bandung Mata Kita
: Yunita Indriani
terbersit dari cahaya bulan sabit
mata kita menatapi ruang
ruang yang menjelma surga
agar melelapkan mata kita
sejenak lebih cepat
ingatan yang mengangkasa
tiba-tiba menguat di dalam kereta
ketika kita menepis angin di jendela
lalu kita membaca urutan rindu
yang seksama menggebu selalu
dan hampir menyihir orang-orang
lantaran kita bercengkerama tentang
kota yang romantis berulang-ulang
sembari memotret diri seperti selebriti
kemudian kita berbisik dengan lirik
mata yang menyirat doa segenggam tangan
mengepal seeratnya
sesampainya di tangga stasiun
gerimis mengajak kita berdansa
dengan kaki cinderella
sebagaimana bahagianya
lebih dari arti sesungguhnya
April, 2014
: Yunita Indriani
terbersit dari cahaya bulan sabit
mata kita menatapi ruang
ruang yang menjelma surga
agar melelapkan mata kita
sejenak lebih cepat
ingatan yang mengangkasa
tiba-tiba menguat di dalam kereta
ketika kita menepis angin di jendela
lalu kita membaca urutan rindu
yang seksama menggebu selalu
dan hampir menyihir orang-orang
lantaran kita bercengkerama tentang
kota yang romantis berulang-ulang
sembari memotret diri seperti selebriti
kemudian kita berbisik dengan lirik
mata yang menyirat doa segenggam tangan
mengepal seeratnya
sesampainya di tangga stasiun
gerimis mengajak kita berdansa
dengan kaki cinderella
sebagaimana bahagianya
lebih dari arti sesungguhnya
April, 2014
Jumat, 11 April 2014
Kau Harus Berteduh
Puisi Husen Arifin
Kau Harus Berteduh
untuk Yunita Indriani
kau harus berteduh di sini
di tubuh pohon rambutan
seolah bahuku yang kau inginkan
mengguncangkan buahnya kemudian
tenang lalu kau makan
kau musti berselimut
daun-daun lalu kau rajut
menjadi baju hangat
agar malam amsal cinta yang lekat
reranting pohon rambutan
beberapa jatuh seperti rinduku
yang bergemuruh kepadamu
dan dekatkanlah kepadaku ketika kau
harus berteduh menyeluruh
hingga hujan semisal kesetiaan
tak pernah lekang digerus tahun-tahun berjalan
2014
Langganan:
Postingan (Atom)