rembulan memerah tangispun memecah
seperti sekeping luka memancarkan duka
nampak anak-anak berdoa di atas tanah
memanggil tanpa kata, bersuara dalam airmata
sementara kami lukis sendiri tebing-tebing rumah
dengan setumpuk doa yang tersisa di dada
di negeri kami seribu molotov menggema setiap harinya
tempat bernaung kami jadi abu
tempat istirah kami menjelma debu
seumpama batu cadas mengeras lalu hujan deras
dan semuanya sunyi, kami beserta anak-anak
rela memakai baju kusut berselimut serabut
meminum airmata setiap malam
sampai kekejian terkubur ke tanah
tak pernah kami menyerah
bergetar dinding di dada kami yang gersang
bergemuruh gunung di hati anak-anak yang kerontang
mendekaplah selalu kepada Tuhan, biarkan
Tuhan meriuhkan segalanya yang memburu
*) Puisi ini masuk dalam Finalis Lomba Cipta Puisi Religius Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia dengan Penyelenggara Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Obsesi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto, 2010