Digitalisasi Lalu
Lintas : Menyelamatkan Indonesia Jalur Darat
Oleh : Muh. Husen Arifin*
Macet. Kata unik yang pasti
dirasakan oleh siapapun pengendara kendaraan pribadi baik mobil atau sepeda
motor. Macet setiap pagi ketika berangkat kerja. Macet setiap sore ketika
pulang kerja.
Apa yang paling cepat
diharapkan? Kita butuh solusi bukan cercaan atau makian antara pengendara.
Terkadang ketidaksabaran menjadikan emosi meluap-luap. Nah, kita tidak sadar
bahwasanya peran kita sebagai masyarakat Indonesia harus tertib lalulintas.
Belajar untuk tidak marah-marah.
Belajar untuk sabar. Itulah yang perlu kita miliki. Nggak sekadar melontarkan
segala sesuatu hanya karena kepentingannya ingin cepat sampai ke tujuan.
Berkendara itu nggak cuma
menyetir kemudian sampai dengan kemauan pribadi. Sementara orang-orang yang
berkendara juga memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas publik tersebut. Di
kota-kota besar mungkin sudah sangat ramai dan membingungkan. Mengapa
pertumbuhan pengendara pribadi lebih banyak dari tahun ke tahun.
Oleh karena itu, kita berharap
kepada Polisi selaku pelaksana daripada lalu lintas untuk mengurai kemacetan.
Ada langkah-langkah yang bisa diaplikasikan secara riil. Dan ini memungkinkan
untuk menghadapi kemacetan.
Sebenarnya peran Polisi di jalan
raya sudah makin membaik. Dikutip dari laman kompas.com menyebutkan bahwasanya
data yang diperoleh Korps Lalu Lintas Polri menunjukkan angka kecelakaan lalu
lintas selama musim mudik Lebaran tahun ini menurun dibandingkan tahun
sebelumnya. Selisih angka kecelakaan yang pada 2014 mencapai, 3.888 kasus,
tahun ini hanya mencapai 3.049 kasus, atau turun sebesar 21,5 persen.
Kita yakin terhadap kredibilitas
dan profesionalitas Korps Lalu Lintas Polri. Untuk itulah, namun peranan Korps
Lalu Lintas Polri juga harus diikuti dengan kepatuhan masyarakat. Sebab yang
diperlukan adalah kerjasama untuk membangun lalu lintas yang tertib.
Menjadi
Pelopor Keselamatan
Saya adalah pengendara sepeda
motor di kabupaten Probolinggo. Saya aktif sebagai tenaga pendidik di MAN
Pajarakan. Jarak antara rumah ke tempat kerja kurang lebih membutuhkan waktu
duapuluh menit dan kurang lebih lima belas kilometer.
Di samping saya harus selamat
sampai tempat kerja. Otomatis saya memilih untuk mengendarai sepeda motor di
atas 40 Km per jam. Namun demikian, di atas kehendak bekerja, saya
memperhatikan cara mengendarai sepeda motor.
Kelengkapan surat-surat
kendaraan, SIM dan STNK, Helm, mengecek kondisi sepeda motor, bensin harus
terisi, kondisi-kondisi yang demikian membuat saya untuk hati-hati terlebih
dahulu. Maka saya mengendarai sepeda motor dengan aman.
Sehingga saya dapat menghindari
kecelakaan karena tidak ugal-ugalan. Lebih mementingkan keselamatan pertama,
daripada ngebut tapi tidak selamat.
Apakah saya menjadi pelopor keselamatan? Bisa jadi. Karena saya memilih untuk
berkendara dengan selamat dan aman.
Namun demikian, jangan sampai
hanya karena kewajiban di tempat kerja, kemudian menghalalkan segala cara untuk
berkendara. Misalkan, sepeda motor dipakai dengan tak wajar. Menyalahkan
pengendara yang lain. Emosi apabila tak diberikan jalan.
Tindakan tersebut sama halnya
membahayakan pengendara yang lainnya. Apabila terjadi kecelakaan? Niscaya
penyesalan menjadi ucapan yang sering dikatakan sehingga mengugurkan semua
kewajibannya.
Meskipun jarak dekat. Alih-alih
keselamatan. Terkadang tidak mobil tidak sepeda motor tidak truck menjadikan
kecepatan kendaraannya sebagai cara utamanya. Hal inilah, keselamatan hanya
sekadar kamuflase.
Saya mengetuk kesadaran
pengendara agar mengedepankan keselamatan berkendara di jalan raya dibandingkan
kepentingan pribadinya.
Digitalisasi
Lalu Lintas
Idealnya negara yang sangat luas
ini memiliki jalan-jalan publik. Tidak ada kemacetan yang terjadi. Melalui
peraturan-peraturan lalu lintas, semua masyarakatnya akan mematuhi.
Namun demikian, problematika
kemacetan masih utuh dan tak terselesaikan. Sampai kapan kita memiliki negara
yang begitu luas daerahnya namun macet selalu menjadi trending topic di dalam sehari-sehari. Kita harus memikirkan
bersama-sama untuk mengatasinya. Minimal menggunakan kesadaran berkendara.
Kiranya nanti Korps Lalu Lintas
Polri menerima usulan kita. Berikut ini adalah langkah-langkah yang tepat guna.
Pertama, menggunakan angkutan kota sebagai alternatif. Didasari oleh makin
banyaknya pemilik sepeda motor dan mobil, kita yakin hal itu hak individu tapi
fasilitas publik seperti angkutan kota wajib digunakan.
Kedua, sepeda motor atau mobil
pribadi dipakai seminggu sekali. Jalan lain inilah yang sekiranya mampu memutus
mitos bahwa kemacetan tidak dapat diselesaikan. Pentingnya hal ini Korps Lalu Lintas
Polri bisa merumuskannya. Sebab negeri ini terlanjur macet. Tapi
penyelesaiannya tetaplah harus ada.
Ketiga, digitalisasi tertib lalu
lintas. Ya, masyarakat Indonesia merupakan pengguna terbanyak telepon seluler
dan kini merambah ke smartphone. Maka
inilah yang menjadi celah terbaik untuk Korps Lalu Lintas Polri membuat
aplikasi lalu lintas. Sehingga kita bisa mengunduh dan diberikan informasi
tentang Indonesia yang wajib bebas dari kemacetan.
Dengan adanya langkah-langkah
ini kita berharap Korps Lalu Lintas Polri bisa mewujudkan lalu lintas yang aman
dan tertib. Namun peran Korps Lalu Lintas Polri perlu kita dukung.
Yang pada akhirnya, kita bisa
menikmati keindahan Indonesia di jalan raya. Indonesia lebih dekat di jalan
darat. Indonesia yang sangat nyaman bagi masyarakatnya. Semoga proses yang
telah dan yang akan dilakukan Korps Lalu Lintas Polri untuk menindaklanjuti
kemacetan segera terwujud. (*)