Kamis, 07 April 2011

Sajak-Sajak di Padang Ekspress (1)


3 Sajak Ini Dimuat di Padang Ekspress, 19 Desember 2010
Jika Aku Rerumputan
teruntuk Ayah dan Ibu

jika aku rerumputan
maka ingin kutasbihkan segenggam perjuangan  
dari lidah hujan dan aroma tanah coklat di tubuhmu.
hingga bersama kuning padi dan jagung muda
aku lesatkan doa mengenang tapak tapakmu.

sebab aku rerumputan nakal seperti anak anak bebal
yang tumbuh di antara pematang dan layangan
merasa mirip peremuk tanaman daripada penyemai ketulusan.

lalu di antara julur lidah hujan kau pukau ladang
dengan cara mencacah tanah
bahwa kau tahu sesungguhnya hidup
seperti kicau burung gagak yang menawan di beberapa jarak.

aku cium aroma tanah coklat di tubuhmu sementara langit
menjadi pohon randu tempat mengasah rindu
dan barangkali
aku hanya bagian dari sembilan puluh sembilan rerumputan
yang masih hijau mentarjamahkan
sedu sedannya meraih kenyataan di pucuk usiamu.

Malang, 2010


Di Perahu Perantauan Sepanjang Lautan

bagi kita meresapi perjalanan di perahu perantauan sepanjang lautan
adalah riuh yang merisau seperti pisau bermata rahasia
sejak permulaan tanpa kita tahu akan menjelma apa
dan bagaimana laut mengantar rimba kita.

mungkin soal doa kita sempat baca
atau nyanyian pengamen mengeras di senja
menemani kita beranjak ke kanal berikutnya.
tapi kita pun tak awas pada batang gelombang
hingga kita hampir muntahkan lagi kata kata kecemasan
dan nyaris rubuh kesabaran menanti pelabuhan.

sementara tiap tiap percakapan kita menyoal
usia, hujan, dan lelaki yang wajahnya berduka
bersama angin asing yang tiba tiba menyapa.

ah, inikah ketakmengertian kita tentang perjalanan
tentang hidup seolah kita tak peduli
laiknya ombak ombak meremukkan dermaga
dan kita mencari muasal kembara.

Malang, 2010


Kusampaikan Padamu

jika kau tak mau menjadi malaikatku
biarkan aku terbang ke langitmu
membawa separuh perihku
dan sebentang duka yang baru kau lubangi di hatiku.

jika kau tak mau menjaga kesepianku
lepaskanlah aku dari jeruji desahmu
dan aku ingin menjelma bidadari di malam biru

sebab tak ada yang lebih kurindu
begitu di bawah hujan kau cium dua bola mataku
seperti kembang tumbuh di halaman rumahku.

ah, kini buih buih lukaku bersemayam
semacam temaram senja dan malam kian kelam
hingga airmataku tak sanggup menahan dalam dalam
betapa kepergianmu tak kuinginkan walau semalam.

jika kau tak mau menjadi malaikatku
kusampaikan padamu bahwa jiwaku memar dan bergetar tiap waktu.

Malang, 2010

Tidak ada komentar: