Minggu, 22 November 2015
Tulis Puisimu untuk Dewan Kesenian Banten
Banten mengundang penyair se-Indonesia untuk mengirim karya (puisi) bertema kemaritiman untuk dibukukan. Akan dipilih 100 puisi oleh Dewan Kesenian Banten--dikurasi oleh Komite Sastra. Setiap penyair hanya boleh mengirim 1 karya (font Times New Roman, spsi 1,5, size 12) ke dewankesenianbanten@gmail.com. Pengiriman paling lambat diterima 31 Desember 2015.
Penyair yang karyanya dimuat akan diberi 2 eksemplar buku tanda bukti terbit, piagam penghargaan, dan honor pemuatan.
Informasi ini terbuka untuk umum.
Silakan dibagikan
Senin, 09 November 2015
Puisi: Kata di Kepalamu
Kata di Kepalamu
semua kata yang menghuni kepalamu
akan berkelana entah jauh atau dekat
kau tak perlu risau pada
mereka --kata-kata akan selalu ada
ketika kau ingin berbicara atau menuliskannya
sesungguhnya kata adalah keadaanmu yang ingin
bersamanya, kau berhak memanggilnya
ketika mimpimu berkelana
di kota tua
kau menemukannya
maka kau harus mencari lagi
kata-kata yang entah wujudnya
tapi kau yakin pada semua kata-kata
yang menghuni kepalamu
setia menghujanimu dengan bahagia
Bandung, 2015
semua kata yang menghuni kepalamu
akan berkelana entah jauh atau dekat
kau tak perlu risau pada
mereka --kata-kata akan selalu ada
ketika kau ingin berbicara atau menuliskannya
sesungguhnya kata adalah keadaanmu yang ingin
bersamanya, kau berhak memanggilnya
ketika mimpimu berkelana
di kota tua
kau menemukannya
maka kau harus mencari lagi
kata-kata yang entah wujudnya
tapi kau yakin pada semua kata-kata
yang menghuni kepalamu
setia menghujanimu dengan bahagia
Bandung, 2015
Puisi: Telaga Air Mata
Telaga Air Mata
tak ada lagi debu di sini
hanya plastik-plastik campur air hujan
membuat ratapan-ratapan pilu
sepanjang jalan Rancaekek
sampai Dangdeur seperti genangan
luka yang menganga
hanya kita menganggap mata kita buta
dan kita diam, kita berbusa-busa
menggonggong tapi kita lupa
pada sore ini hujan memberi kita
telaga air mata
Bandung, 2015
tak ada lagi debu di sini
hanya plastik-plastik campur air hujan
membuat ratapan-ratapan pilu
sepanjang jalan Rancaekek
sampai Dangdeur seperti genangan
luka yang menganga
hanya kita menganggap mata kita buta
dan kita diam, kita berbusa-busa
menggonggong tapi kita lupa
pada sore ini hujan memberi kita
telaga air mata
Bandung, 2015
Langganan:
Postingan (Atom)