Minggu, 27 April 2014

Puisi; Asap dari Buku Perempuan

Asap dari Buku Perempuan

tak terasa gigil itu datang
sederhana menyergap sunyiku
hujan tak pernah sembunyi
setia kepada jalan sepi

kuputar tubuhku
ketika asap dari buku
laksana jin yang bersedih
dengan tabah dan merasa perih

buku-buku dari pohon
kasih sayang, buku-buku
dari pohon kenangan
buku-buku dari jeritan
malam dan burung hantu
yang enggan disebut lugu
hampir sirna tetapi

firasat pembaca buku
kadang bagai pemeran
televisi yang diperdaya
oleh rindu, waktu dan penghabisan
tentang kata-kata

lalu aku sekadar mencuri kesederhanaan
dari bilik jendela perempuanku

Probolinggo, 2014

Sabtu, 26 April 2014

Puisi: Pintu Gugur

Pintu Gugur
:Yunita Indriani 

Aku belum mematikan lampu
Ketika aku mendapat perasaan
Gelap di tubuhku
Gema suaramu lantas datang
Dari langit yang hujani kamar

Biar kutatap bintang
Yang bernyanyi memainkan
Piano laiknya gadis idola
Di televisi meremukkan galauku

Sungguh, aku memasuki festival
Kemerdekaan dari pintumu
Yang gugurkan musim

Sesudah kubaca puisi Afrizal Malna
Aku laksana lampion kerajaan
Menerangi jejakmu dan perayaan
Tak usai berjeda, alarm kerinduan
Akan berbunyi bila subuh tiba

Probolinggo, 2014

Sabtu, 12 April 2014

Bandung Mata Kita

Bandung Mata Kita
: Yunita Indriani

terbersit dari cahaya bulan sabit
mata kita menatapi ruang
ruang yang menjelma surga
agar melelapkan mata kita
sejenak lebih cepat

ingatan yang mengangkasa
tiba-tiba menguat di dalam kereta
ketika kita menepis angin di jendela
lalu kita membaca urutan rindu
yang seksama menggebu selalu

dan hampir menyihir orang-orang
lantaran kita bercengkerama tentang
kota yang romantis berulang-ulang
sembari memotret diri seperti selebriti

kemudian kita berbisik dengan lirik
mata yang menyirat doa segenggam tangan
mengepal seeratnya

sesampainya di tangga stasiun
gerimis mengajak kita berdansa
dengan kaki cinderella
sebagaimana bahagianya
lebih dari arti sesungguhnya

April, 2014

Jumat, 11 April 2014

Kau Harus Berteduh

Puisi Husen Arifin 

Kau Harus Berteduh 
untuk Yunita Indriani 

kau harus berteduh di sini
di tubuh pohon rambutan 
seolah bahuku yang kau inginkan

mengguncangkan buahnya kemudian
tenang lalu kau makan 

kau musti berselimut 
daun-daun lalu kau rajut 
menjadi baju hangat 
agar malam amsal cinta yang lekat 

reranting pohon rambutan 
beberapa jatuh seperti rinduku 
yang bergemuruh kepadamu 

dan dekatkanlah kepadaku ketika kau 
harus berteduh menyeluruh
hingga hujan semisal kesetiaan 
tak pernah lekang digerus tahun-tahun berjalan

2014