Sabtu, 05 Maret 2011

Terkubur Ke Tanah


rembulan memerah tangispun memecah
seperti sekeping luka memancarkan duka
nampak anak-anak berdoa di atas tanah
memanggil tanpa kata, bersuara dalam airmata

sementara kami lukis sendiri tebing-tebing rumah
dengan setumpuk doa yang tersisa di dada
di negeri kami seribu molotov menggema setiap harinya
tempat bernaung kami jadi abu
tempat istirah kami menjelma debu

seumpama batu cadas mengeras lalu hujan deras
dan semuanya sunyi, kami beserta anak-anak
rela memakai baju kusut berselimut serabut
meminum airmata setiap malam 

sampai kekejian terkubur ke tanah
tak pernah kami menyerah
bergetar dinding di dada kami yang gersang
bergemuruh gunung di hati anak-anak yang kerontang
mendekaplah selalu kepada Tuhan, biarkan
Tuhan meriuhkan segalanya yang memburu

Malang, Desember 2009



*) Puisi ini masuk dalam Finalis Lomba Cipta Puisi Religius Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia dengan Penyelenggara Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Obsesi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto, 2010
 

Nurani Bergoyang


malam telah sempurna
di laut aku merendam doa
setelah surau di kota
dirubah menjadi karaoke
dan ombak-ombak menghempas
seperti menyahut perih jantung

di tepian pepasir aku menyisir angin
mengharap daun siwalan gugur
untuk mengenang pejuang
yang dibui di pengungsian
lantaran kebenaran dikucilkan

dan malam ini telah kukemas
semua mimpi untuk kotaku
setelah perahu kertas menghantarku
ke pelabuhan yang kusebut pulau buru
karena itu aku membaca buku
tentang imam negeri yang menderu
ingin merampas doa demi kekuasaan

di cakrawala aku lukiskan mimpi itu
dan nuraniku yang bergoyang
bahwa Tuhan Yang Maha hanya kiasan
bagi orang-orang yang menggeser kehidupan
dari dasar makrifat ke lumbung maksiat

lautan bergairah
menghantam batu karang sampai pecah

Malang, Desember 2009 

*Puisi ini menjadi Finalis Lomba Cipta Puisi Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia di STAIN Purwokerto, Februari 2010

Jumat, 04 Maret 2011

Dalam Bentangan Kawah Jiwaku


dalam bentangan kawah jiwaku
dosaku lebih banyak membasahi tubuhku
saat surya bercahaya kelabu
sementara lautan mengutuk wajahku
membatu. membisu.

Tuhanku, Dirimu yang abadi
mengemasi hari-hariku
melukis tingkah nafsuku
di padang mahsyar

sunyi menghimpit jantungku
malam mengubur deru darahku
pagi membungkus seluruh desahku
bila hujan reda dan kemarau tiba
aku masih ingin menjadi hambaMu
menerjamahkan kalimatkalimat syahadat
mengulum doa di setiap rakaat shalat

sanggar, 20 September 2006

*Dimuat di Majalah Islami Sabili Desember 2006

Sebait Sajadah II



deras tadarus di bukit surau bersimfoni syahdu
seperti gelombang angin menggelar nyanyian pilu
olle ollang yang miris
olle orang yang magis

kubasuh ketukan lidah ini dengan cerita Muhammad
menyulam helai kertas suci di bulan lailatul qadar 
berselimut muzammil,
bermain kecapi di pucuk ka’bah
sebelum ayam jantan berfirman
tentang sujud tahajjud di batas kepundan Hira

mutiara bulan ini sungguh agung
sedang embun di kening rumputan belum luntur
menggulung surat-suratMu yang kabur
dalam sajadah tafakkur

sanggar, 20 September 2006

*Dimuat di Majalah Islami Sabili Desember 2006 

catatan kaki:
-       Muzammil      : salah satu surat di dalam Al-Qur’an
-       Hira                 : nama gua ketika Nabi pertama kali mendapat wahyu